Kasus
Diskriminasi yang Terjadi Dalam Dunia Pendidikan
Diskriminasi Menurut Kemampuan
1. Diskriminasi Menurut Kemampuan Fisik
Di sebuah SD negeri di Palangkaraya seorang calon siswa
dinyatakan tidak dapat diterima di sebuah sekolah karena menderita cacat fisik.
Padahal dari hasil tes masuk, calon siswa tersebut mendapatkan nilai
yang cukup tinggi dan kecacatannya tidak mengganggu aktivitas belajarnya.
2. Diskriminasi Menurut Kemampuan Akademik
Selanjutnya, kasus yang terjadi di Pangkalan Bun, seorang
calon siswa yang sudah berumur tujuh tahun tidak dapat diterima di sebuah
sekolah dasar karena tidak lulus tes skolastik. Padahal ada calon siswa yang
berumur lebih muda akan tetapi diterima di sekolah tersebut karena lulus tes
skolastik. Padahal dalam pelaksanaan wajib belajar di Indonesia, seleksi
penerimaan siswa baru sekolah dasar didasarkan pada usia anak. Banyak pihak
memprotes kebijakan tersebut, namun pihak sekolah berkelit bahwa sekolah dasar
tersebut adalah sekolah percontohan dan sekolah favorit.
Diskriminasi dalam bentuk lain adalah pembagian kelas
menjadi kelas unggulan dan non unggulan (terjadi pada banyak sekolah
termasuk sekolah penulis sendiri, yakni SMPN 2 Jombang). Siswa-siswa yang
memiliki kemampuan akademis tinggi dimasukkan kedalam kelas unggulan, sedangkan
siswa-siswa yang kemampuan akedemisnya rata-rata dimasukkan kedalam kelas non
unggulan. Perlakuan diskriminan seperti ini akan menimbulkan efek rendah diri
pada diri anak-anak yang termasuk kedalam kelas non unggulan (reguler) dan akan
menimbulkan perasaan tinggi hati pada diri anak-anak yang masuk kedalam kelas
unggulan. Perlakuan diskriminan seperti itu membuat guru yang mengajar di kelas
unggulan merasa nyaman mengajar di kelas tersebut, dan akan merasa terbebani
jika mengajar di kelas non unggulan. Hal ini akan mengakibatkan perlakuan yang
berbeda terhadap siswa kelas unggulan dan siswa kelas non unggulan. Siswa kelas
unggulan akan cenderung lebih disayang, diperhatikan dan diutamakan, sedangkan
siswa dari kelas non unggulan sering kali dipandang sebelah mata oleh para guru
pengajar. Efek lanjutan yang lebih parah akan terjadi ketika keadaan seperti
ini terus berlanjut pada kenaikan kelas, siswa yang memiliki
kemampuan akademis tinggi tetap di kelas unggulan dan siswa yang memiliki
kemampuan akademis rata-rata tetap di kelas non unggulan, pasti akan terjadi
kesenjangan antara kedua kelompok sosial dalam sekolah ini. Dan yang lebih
parah lagi adalah, ketika anak-anak meyakini bahwa setiap manusia terlahir
berbeda, hal ini yang akan menyebabkan anak-anak melakukan tindakan diskriminatif
ketika mereka tumbuh menjadi dewasa nanti.
3. Diskriminasi Menurut Keadaan Ekonomi
Lalu, pendiskriminasian yang telah dilakukan sekolah pada
siswanya adalah pendiskriminasian menurut kemampuan ekonomi. Hal ini terjadi
pada Siti Maesaroh, siswi sebuah SMA Negeri di daerah Cicalengka, sudah
beberapa kali dia dan beberapa temannya yang berasal dari keluarga miskin
dibariskan di lapangan basket, para siswa ini diperingatkan bahwa, sebelum
mereka membayar uang SPP, mereka tidak dapat mengikuti ujian semester. Dari
sini jelas terlihat bahwa pendidikan tidak lagi berorientasi pada upaya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, namun pendidikan telah berganti menjadi
komoditas ekonomi yang siap diperjualbelikan, sesuai harga yang disepakati.
Diskriminasi Oleh Pemerintah
1. Pembangunan Sekolah Bertaraf Internasional
Pembangunan atau pengadaan sekolah bertaraf internasional
dan sekolah percontohan. Sekolah RSBI adalah sekolah-sekolah yang hanya
menerima siswa yang memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata dan kemampuan
ekonomi yang diatas rata-rata. Pemerintah dengan sadar memberikan dana yang
sangat besar kepada sekolah-sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar
Internasional) dan sekolah percontohan. Sekolah-sekolah RSBI ini mendapatkan
dana yang sangat besar dari pemerintah yakni berkisar pada jumlah dua milyar
rupiah setiap tahun diluar gaji guru. Berdasarkan besarnya dana yang diterima
dapat dipastikan bahwa anak-anak yang bersekolah di sekolah RSBI mendapatkan
fasilitas yang lebih daripada anak-anak yang bersekolah di sekolah regular.
Anak-anak yang bersekolah di sekolah regular akan merasa sebagai anak-anak
kelas dua. Selain itu, terjadi kesenjangan antara sekolah yang berada di
perkotaan dengan sekolah pinggiran. Disaat sekolah-sekolah perkotaan berlomba-lomba
membangun bangunan sekolahnya semegah mungkin karena mendapatkan dana yang
besar dari pemerintah, sekolah-sekolah pinggiran malah terancam roboh karena
gedung yang sudah tua dan genting-genting yang bocor.
2. Pelaksanaan Ujian Nasional
Pelaksanaan UN (Ujian Nasional) telah membuat guru-guru
matapelajaran non-UAN merasa terdiskriminasi. Hal ini terbukti dengan
berkumpulnya guru-guru matapelajaran sejarah beberapa waktu lalu di Jakarta dan
membuat pernyataan bahwa, minat peserta didik mereka tidak berminat pada
pelajaran sejarah kaerna pelajaran sejarah tidak masuk pada mata pelajaran yang
diujikan pada UN. Peristiwa ujian nasional, akan menimbulkan kesan bahwa, ada
guru-guru matapelajaran tertentu yang merasa diabaikan dan ada guru-guru
matapelajaran tertentu yang merasa sangat dibutuhkan. Akhirnya jika hal ini
tidak ditangani dengan bijaksana oleh para guru maka hanya akan menjadi
pertikaian yang terjadi antar guru.
Selain membuat beberapa guru matapelajaran cemburu
terhadap beberapa guru matapelajaran lain. UN juga telah melakukan hak-hak
asasi siswa di daerah pedalaman. Dengan fasilitas yang berbeda dengan yang
dinikmati siswa-siswa yang berada di perkotaan, siswa-siswa dituntut untuk
mengerjakan soal yang sama dengan yang dikerjakan siswa-siswa di daerah
perkotaan yang memiliki fasilitas yang lebih lengkap daripada siswa-siswa yang
berada di pedalaman. Selain itu, siswa di daerah terpencil juga dituntut untuk
memenuhi nilai minimal standar kelulusan. Pemerintah dan Dinas Pendidikan
seolah tidak mau tahu dengan terbatasnya fasilitas yang dimiliki oleh
sekolah-sekolah di daerah terpencil.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kasus Diskriminasi Yang
Terjadi Dalam Dunia Pendidikan
Banyak hal yang bisa mendasari terjadinya diskriminasi
dalam dunia pendidikan. Kemampuan fisik, akademik, dan ekonomi merupakan tiga
aspek yang paling sering terjadi diskriminasi. pada sekolah-sekolah yang
menjadi sekolah percontohan, kemampuan fisik dan akademik sangat diperhatikan.
Berikut ini adalah penyebab-penyebab terjadinya
diskriminasi terhadap siswa yang memiliki keterbatasan fisik:
1. Anggapan
yang salah tentang siswa-siswa yang memiliki keterbatasan fisik.
Pada dunia pendidikan anak-anak yang memiliki cacat fisik
selalu dinomor duakan. Siswa yang memiliki keterbatasan fisik tidak dapat
menempuh pendidikannya di sekolah umum, melainkan harus di sekolah luar biasa.
Padahal untuk kekurangan fisik tertentu seorang siswa masih bias mengikuti
pelajaran sama dengan anak-anak yang normal. Sekolah salah dalam menilai anak
yang memiliki keterbatasan fisik selalu dan pasti akan mengalami kesulitan
dalam mengikuti pelajaran.
2. Pembiaran
masyarakat
Saat terjadi diskriminasi terhadap anak-anak yang
memiliki keterbatasan kemampuan fisik, masyarakat memaklumi tindakan sekolah,
karena merasa hal tersebut sudah biasa terjadi. Padahal, jika hal ini dibiarkan
terus terjaadi, anak-anak yang memiliki keterbatasan kemampuan fisik ini akan
merasa terdiskriminasi selamanya dan merasa bahwa pendidikan tidak lagi bisa
menjebatani kekurangan fisik yang dimilikinya dengan dunia luar.
3. Sekolah Yang Cenderung Menjaga Nama Baik
Pada kasus yang terjadi Palangkaraya jelas terlihat bahwa
sekolah hanya peduli dengan nama baik sekolah tersebut, tanpa mempedulikan apa
sebenarnya fungsi dari sekolah itu sendiri. Sekolah yang seharusnya menjadi
tempat dimana anak bisa mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran mereka,
malah berubah menjadi sebuah tempat yang mengkotak-kotakkan anak berdasarkan
kemampuan fisik.
Berikut
Ini Merupakan Penyebab Terjadinya Diskriminasi Menurut Kemampuan Akademis:
Pada kasus pertama, yaitu seorang anak yang berusia tujuh
tahun karena tidak diterima karena tidak berhasil lulus tes, namun ada seorang
anak yang berusia kurang dari enam tahun yang berhasil diterima karena lulus
tes, memiliki penyebab-penyebab sebagai berikut:
Pada
kasus kedua tentang pembagian kelas unggulan dan non unggulan, memiliki
penyebab-penyebab sebagai berikut:
1. Terjadi
kesalahan penafsiran tentang anak pandai dan anak bodoh
Sekolah atau pun orangtua sering salah menafsirkan antara
anak pandai dengan anak bodoh. Selama ini system pendidikan di Indonesia selalu
memandang seseorang pandai atau bodoh berdasarkan nilai. Padahal, ada delapan
aspek kecerdasan yang dimiliki masing-masing anak. Selama ini sekolah selalu
mengidentikkan seorang anak yang selalu mengikuti pelajaran dan mendapatkana
nilai bagus merupakan anak pandai, dan sebaliknya anak yang nakal dan
mendapatkan nilai buruk adalah anak yang bodoh.
2. Adanya keinginan dari pihak sekolah untuk
meningkatkan citra sekolah
Sekolah beranggapan bahwa, jika anak-anak yang memiliki
kemampuan diatas rata-rata dibiarkan berada dalam kelas regular, mereka akan
kehilangan daya saing mereka. Mereka akan mudah meremehkan pelajaran, karena di
kelas non unggulan persaingan tidak terlalu ketat. Kelas unggulan akan sangat
bermanfaat bagi peningkatan citra sekolah, karean hasil dari kelas unggulan ini
berhasil bersaing dengan sekolah-sekolah lain atau bahkan menjadi yang terbaik
di daerahnya.
3. Keinginan dari para siswa
Siswa yang memiliki kemampuan akademis lebih tinggi
daripada yang lain, cenderung menginginkan berada pada tempat yang berbeda pula
dengan yang memiliki kemampuan akademik rata-rata. Mereka beralasan bahwa
mereka jenuh jika harus menunggu teman-temannya yang lain yang belum bisa. Padahal
jika siswa yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi daripada yang lain
dapat menyalurkan kelebihannya kepada siswa lain yang kemampuan akademisnya
rata-rata.
4. Keinginan guru
Guru menginginkan kemudahan dalam bekerja. Untuk mencapai
keinginan tersebut dibentuklah kelas unggulan yang berisikan siswa-siswa cerdas
yang dapat dengan mudah menangkap apa yang diajarkan oleh guru. Guru menganggap
mengajar di kelas unggulan sebagai berkah dan menganggap mengajar di kelas non
unggulan sebagai musibah. Pada akhirnya, guru akan lebih memperkatikan
siswa-siswa yang berada di kelas unggulan daripada di kelas non unngulan.
Penyebab
Terjadinya Diskriminasi Menurut Kemampuan Ekonomi :
1. Sekolah
bukan lagi tempat mencari ilmu
Sekolah yang dahulunya merupakan tempat mencari ilmu yang
menerapkan prinsip memberi dengan ikhlas, telah berubah menjadi sebuah momok
bagi anak-anak miskin yang tidak memiliki biaya untuk membayar sekolah.
Pendidikan telah menjadi barang dagangan yang tidak dapat ditawar. Bahkan
banyak anak-anak miskin yang sekarang sudah mulai putus asa dengan system
pendidikan di Indonesia. Mereka mulai berpikir bahwa pendidikan hanya untuk
anak dari keluarga kaya. Mengharap pendidikan yang layak bagi mereka, sama
halnya dengan mimpi-mimpi kosong.
2. Tidak adanya bantuan dari pemerintah
Kepada siapa lagi anak-anak miskin harus meminta bantuan,
jika tidak kepada pemerintah. Pemerintah yang sebenarnya dapat memberikan
bantuan kepada siswa-siswa miskin malah menghambur-hamburkan uang untuk
pembangunan sekolah-sekolah RSBI.
Latar
Belakang Terjadinya Diskriminasi Oleh Pemerintah :
1. Kesenjangan yang terjadi antara sekolah RSBI
dengan sekolah biasa
Pembangunan sekolah RSBI hanya dipusatkan pada daerah
kota, sedangkan daerah pinggiran dibiarkan saja. Hal inilah yang lantas memicu
perasaan terdiskriminasinya siswa-siswa yang bersekolah di sekolah pinggiran,
meningat begitu banyak fasilitas yang diberikan pemertintah kepada sekolah
berstatus RSBI.
2. Keinginan pemerintah untuk memajukan
pendidikan di Indonesia
Tidak ada yang salah dengan niat pemerintah untuk
memajukan pendidikan di Indonesia melalui sekolah-sekolah RSBI, namun perlu
diingat pula masih banyak sekolah-sekolah yang perlu diperhatikan pemerintah
sebelum mengurusi sekolah-sekolah RSBI tersebut.
3. Keinginan pemerintah untuk memeratakan
pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. UN merupakan evaluasi belajar selama
tiga tahun yang diselenggarakan secara serentak oleh Negara di seluruh pelosok
negeri. Soal-soal ujian nasional sama, namun proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan selama tiga tahun tidaklah sama. Di daerah terpencil keadaan
pembelajarannya berbeda dengan di daerah perkotaan. Jadi tidak adil apabila
semua soal dipukul sama rata.
Solusi
untuk Mengatasi Diskriminasi yang Terjadi Dalam Dunia Pendidikan :
i. Diadakan
tes kesiapan fisik dalam mengikuti proses pembelajaran (untuk siswa yang
memiliki kekurangan fisik)
ii. Sekolah
tidak lagi memikirkan tentang citra sekolah, namun dapat lebih menyadari bahwa
anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik juga berhak bersekolah di sekolah
umum
iii. Guru
diharapkan tidak melakukan tindakan-tindakan yang berbau diskriminasi terhadap
siswa yang memiliki keterbatasan fisik dan dapat membina siswa tersebut
sehingga siswa tersebut tidak merasa rendah diri
iv. Mengacu
kembali pada peraturan UU SISDIKNAS No.20 Th.2003 tentang tata cara penerimaan
murid baru
v. Menghentikan
diadakannya tes kematangan (skolastik), untuk menghindari adanya pihak-pihak
yang dirugikan karenanya
vi. Menghentikan
pembagian kelas menurut kemampuan akademik
vii. Mencampur
adukkan siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademik diatas rata-rata dengan
siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademik rata-rata
viii. Tidak
mengistimewakan siswa yang memiliki kemampuan akademis diatas rata-rata dan
tidak merendahkan anak yang kemampuan akademisnya rata-rata
ix. Setiap
sekolah mengadakan program beasiswa untuk siswa yang tidak mampu
x. Pemerintah
menginstruksikan kepada sekolah-sekolah untuk membebaskan uang SPP dan uang
gedung bagi siswa yang tidak mampu
xi. Mengurangi
dana yang diberikan kepada sekolah-sekolah RSBI
xii. Lebih
memperhatikan sekolah-sekolah pinggiran
xiii. Meniadakan
UN
xiv. Menggantikan
UN dengan ujian sekolah, yang semua soalnya dibuat sendiri oleh guru-guru dari
sekolah tersebut
xv. Mengikut
sertakan semua matapelajaran ke dalam ujian sekolah pengganti UN
xvi. Menentukan
sendiri nilai minimal yang wajib diperoleh siswa
Sumber : http://teacher-is-mydestiny.blogspot.com/2012/01/diskriminasi-dalam-dunia-pendidikan.html